LETTE OF CREDIT (L/C)
Sumber
Hukum Uniform Customs and Practice for Documentary Credits-500 (U.C.P.D.C.-500)
1993 Revision
Cara Pembayaran Ekspor-Impor yang paling aman adalah menggunakan Letter
of Credit (L/C).
L/C
di sini dimaksudkan menjembatani perdagangan internasional atau antar negara
dimana pembeli dan penjual belum saling mengenal baik, maka dengan media L/C
resiko non payment dapat dialihkan ke
bank yang terkait dalam proses L/C (Issuing
bank, negotiating bank, conferming bank).
L/C
yang merupakan singkatan dari Letter of
Credit, kadang disebut juga sebagai Credit khususnya dalam Uniform Customs and Practice (UCP). Disamping itu Documentary Credit juga dikenal sebagai istilah yang umumnya
dipakai dalam konfirmasi L/C (lembaran L/C). Documentary Credit mengandung arti bahwa bank hanya bertanggung
jawab sebatas dokumen dan tidak bertanggung jawab atas komoditi yang dikapalkan
apakah sesuai degan yang tersurat dalam dokumen. Singkat kata petugas bank tidak
berurusa dengan barang yang dikapalkan.
L/C merupakan janji bayar dari Bank Pembuka kepada pihak Eksportir
sepanjang mampu menyerahkan dokumen yang sesuai dengan syarat dan kondisi L/C.
Bagi para nasabah importir, BCA menyediakan jasa layanan untuk penerbitan
berbagai jenis L/C, mulai dari Sight L/C (atas unjuk), Usance L/C (berjangka),
Red Clause L/C (pembayaran di muka), hingga Standby L/C. Penerbitan L/C dapat
dilayani dalam 22 mata uang asing ke berbagai penjuru dunia di mana Anda
bermitra bisnis.
Suatu instrumen (dapat berupa telex, swift, surat) yang dikeluarkan oleh
bank (bank penerbit L/C) atas permintaan nasabahnya (importir/ buyer/applicant)
yang memberikan kuasa kepada penjual (eksportir/ seller/beneficiary) untuk
menarik dengan sehelai wesel/draft sejumlah uang jika telah memenuhi
syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam instrumen tersebut.
Memahami Kasus L/C Bank BNI dari Aspek Teknis
Perbankan
KASUS manipulasi surat kredit (letter of credit) yang terjadi di PT Bank
Negara Indonesia (Persero) Tbk makin banyak diberitakan di berbagai media cetak
dan elektronik. Pemberitaan yang makin meluas tersebut bukannya makin membuat
kejelasan bagi masyarakat mengenai apa yang sebenarnya terjadi, tetapi makin
membingungkan. Banyak pertanyaan timbul bagi orang awam yang menyangkut teknik
operasionalisasi L/C dan aspek hukumnya. Dalam tulisan ini, penulis akan
memberikan ulasan mengenai kasus ini dilihat dari teknik perbankan yang
menyangkut operasionalisasi L/C dan aspek hukumnya.
KASUS bermula dari diterimanya L/C bernilai Rp 1,7 triliun oleh Bank BNI
Cabang Kebayoran Baru. L/C tersebut dibuka oleh bank-bank yang selain bukan
merupakan koresponden Bank BNI, juga bank-bank yang berasal dari negara-negara
dalam kategori berisiko tinggi (high risk countries).
Bank-bank tersebut adalah Dubai Bank
Kenya Limited; Rosbank Switzerland SA; Middle East Bank Kenya Ltd; dan The Wall
Street Banking Corp, Cook Islands Beneficiary (eksportir). Sementara yang
menerima L/C adalah perusahaan-perusahaan dalam Gramarindo Group dan Petindo
Group. Komoditas yang diekspor adalah pasir kuarsa dan residu minyak dengan
negara tujuan Kenya dan beberapa negara di Afrika.
Apa yang seharusnya dilakukan kantor
cabang bank penerima L/C (dalam hal ini BNI Kebayoran Baru) ketika menerima dan
menegosiasi L/C tersebut? Bank BNI memiliki buku pedoman perusahaan (BPP) yang
merupakan buku pegangan kerja bagi setiap petugas, termasuk sistem pengamanan
L/C.
Sebelum L/C tersebut diteruskan
kepada eksportir, pertama-tama yang harus dilakukan Bank BNI Kebayoran Baru
adalah membuat/mengisi work sheet. Work sheet tersebut merupakan lembaran
catatan bank yang akan selalu diisi dan menjadi pedoman petugas-petugas bank
dalam menangani L/C tersebut, yaitu mulai dari saat L/C itu diterima sampai
saat L/C itu dinegosiasikan dan dibayar.
Dengan kata lain, work sheet itu
harus selalu berada di dalam pending file. Dalam work sheet itu harus dicatat
hal-hal yang menyangkut rincian L/C.
Antara lain siapa bank pembuka
(issuing atau opening bank), nomor dan tanggal L/C, siapa eksportirnya, untuk
komoditas apa (barang yang diekspor), berapa jumlah satuan atau beratnya,
berapa nilainya dan dalam mata uang apa, batas waktu L/C (expiry date), dan
batas waktu tanggal bill of lading (dokumen pengangkutan kapal).
Selain itu, dicatat pula apa
syarat-syarat L/C, antara lain apakah L/C itu merupakan usance L/C (artinya,
wesel ekspor yang harus dibuat eksportir adalah wesel ekspor berjangka yang
harus dibayar importir dalam jangka waktu tertentu, misalnya 90 hari setelah
wesel itu diterima importir).
Atau L/C tersebut merupakan sight
L/C (artinya, wesel ekspor yang harus dibuat oleh eksportir adalah wesel ekspor
yang harus segera dibayar seketika wesel itu diterima importir).
Atau mungkin juga itu merupakan
standby L/C (SBLC), yakni L/C yang berfungsi sebagai jaminan untuk pembiayaan
yang diberikan bank pembuka L/C kepada beneficiary L/C. Dalam kasus Bank BNI,
L/C tersebut merupakan usance L/C dan SBLC.
Dicatat pula dalam work sheet
tersebut adalah dokumen-dokumen apa saja selain wesel ekspor yang harus
diserahkan oleh eksportir kepada negotiating bank atau paying bank (bank
pembayar, dalam hal ini Bank BNI Kebayoran Baru).
Dalam work sheet, bank penerima L/C
harus mencatat keganjilan-keganjilan (unusualities) dilihat dari ketentuan
intern bank penerima (dalam hal ini Bank BNI), kebiasaan-kebiasaan yang berlaku
bagi transaksi bisnis yang terkait dengan transaksi L/C tersebut, dari
ketentuan Bank Indonesia, dari UCP 500 (ketentuan internasional yang mengatur
tentang L/C), dari peraturan perundang-undangan Indonesia.
Pada waktu bank penerima melakukan
negosiasi (mengambil alih) wesel ekspor dan dokumen-dokumen ekspor lainnya,
petugas bank harus memeriksa apakah dokumen-dokumen yang diserahkan eksportir
terdapat kesesuaian (comply with) dengan syarat-syarat L/C.
Bila tidak terdapat kesesuaian
(terjadi discrepancies), dalam work sheet harus dicatat pula. Selain itu, dalam
work sheet dicatat pula apa yang telah dilakukan bank penerima berkaitan dengan
adanya discrepancies tersebut.
Pertanyaan sehubungan dengan kasus
ini adalah apakah Bank BNI Kebayoran Baru telah mengisi work sheet tersebut?
Menurut informasi, Bank BNI Kebayoran Baru ternyata tidak membuat work sheet,
sedangkan work sheet merupakan salah satu sarana pengamanan bagi para petugas
dan pejabat bank yang terkait dan bertanggung jawab dengan L/C tersebut.
SEBAGAIMANA telah dikemukakan di
atas, bank-bank pembuka L/C tersebut bukan koresponden Bank BNI. Apakah bank
penerbit L/C (issuing bank) harus merupakan bank koresponden? Bank pembuka L/C
tidak selalu harus bank koresponden.
Apabila bank penerima L/C ingin
bertindak sebagai paying bank, misalnya karena eksportir adalah nasabah
baiknya, bank harus menerima konfirmasi terlebih dahulu dari bank pembuka L/C
tersebut.
Apabila bank pembuka bukan bank koresponden,
bank penerima seyogianya hanya bertindak sebagai advising bank saja. Artinya,
bank penerima tersebut hanya bertindak sebagai bank yang meneruskan L/C kepada
beneficiary saja tanpa memberikan kesanggupan untuk bertindak sebagai paying
bank.
Dalam hal bank pembuka bukan bank
koresponden, bank penerima L/C dapat bertindak sebagai paying bank hanya
apabila L/C tersebut dijamin oleh salah satu bank koresponden atau oleh salah
satu bank berperingkat "triple A".
Mengapa disyaratkan bahwa bank pembuka L/C harus suatu bank koresponden?
Hal ini disebabkan dengan bank koresponden tersebut ada suatu perjanjian
hubungan koresponden yang memuat, antara lain pemberian credit line (pendanaan)
untuk masing-masing transaksi.
Pertanyaan lain adalah apakah cabang bank penerima L/C dibatasi
kewenangannya untuk bertindak sebagai paying bank? Suatu cabang bank penerima
pada umumnya dibatasi kewenangannya oleh direksi bank untuk mengambil alih
wesel ekspor dan membayarnya.
Dalam kasus Bank BNI, ternyata L/C tersebut tidak dibuka dalam satu L/C
dengan jumlah yang sekaligus besar, tetapi dipecah-pecah menjadi banyak L/C
yang jumlah untuk masing-masing L/C masih dalam batas kewenangan pemimpin
cabang.
Dengan demikian, kantor cabang bank yang bersangkutan tidak perlu harus
meminta persetujuan atasannya (dalam hal kasus ini adalah sampai ke tingkat
kantor wilayah atau kantor besar).
Menurut ketentuan Undang-Undang Perbankan, bank harus selalu berhati-hati
dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Berkenaan dengan transaksi L/C Bank BNI
Kebayoran Baru tersebut, kehati-hatian bank itu antara lain menyangkut siapa
yang menjadi beneficiary L/C.
Apakah beneficiary adalah nasabah bank penerima dan bagaimana reputasinya
selama ini? Apakah beneficiary memiliki kemampuan untuk melaksanakan transaksi
komoditas sebagaimana yang dimaksud dalam L/C.
Apabila, misalnya, transaksi itu bukan merupakan bidang usaha beneficiary
yang digelutinya selama ini, bank seyogianya waspada. Keharusan untuk bank berhati-hati
itu ditentukan dalam Pasal 2 Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No 10 Tahun 1998.
Pelanggaran terhadap ketentuan itu dapat diancam dengan pidana penjara dan
pidana denda berdasarkan Pasal 49 Ayat (2) Huruf b Undang-Undang Perbankan.
APAKAH kehati-hatian itu sudah dilakukan Bank BNI Kebayoran Baru? Apabila
menurut penelitian bank penerima beneficiary bukan merupakan beneficiary yang
bonafide, Bank BNI Kebayoran Baru seyogianya tidak mengambil alih wesel ekspor
berjangka dengan mendiskonto wesel yang diajukan oleh eksportir.
Yang dimaksudkan dengan mengambil alih wesel ekspor berjangka tersebut dengan
mendiskonto adalah membayar harga wesel sekarang dengan harga yang lebih murah
daripada nilainya karena bank baru bisa memperoleh pembayaran untuk nilai penuh
wesel itu pada jatuh waktunya yang masih beberapa bulan lagi (pada umumnya 90
hari setelah wesel diterima oleh bank pembuka L/C).
Sepengetahuan penulis, sistem dan prosedur pengamanan transaksi L/C,
khususnya di bank-bank BUMN, termasuk Bank BNI, cukup baik karena telah
dibangun dan disempurnakan selama bertahun-tahun, antara lain berdasarkan
pengalaman- pengalaman pahit masa lampau.
Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup. Masih diperlukan
sikap dari para petugasnya. Sekalipun sistem pengamanan sudah demikian baik,
tetapi apabila para petugas bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan
tujuan yang tidak baik, bank akan kebobolan juga.
Bank selalu dihadapkan pada pilihan dilematis antara pengamanan dan
pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang terlalu ketat akan menghasilkan
pelayanan yang mengecewakan nasabah.
Sebaliknya, pelayanan yang dirasakan sangat memuaskan nasabah akan
mengorbankan sistem pengamanan. Menghadapi dilema ini, bank harus bijak dan
mampu membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin keamanan, namun
pelayanan bank memuaskan bagi nasabah.
Dari penelitian, ternyata transaksi dalam kasus Bank BNI ini merupakan
transaksi bermasalah dengan indikasi transaksi tersebut dilakukan tanpa
mengikuti ketentuan intern Bank BNI. Transaksi usance L/C kedua grup usaha yang
menjadi beneficiary telah dinegosiasikan oleh Bank BNI Kebayoran Baru dengan
diskonto tanpa didahului adanya akseptasi dari bank penerbit.
Di samping itu, dokumen-dokumen L/C mengandung penyimpangan dan negosiasi
L/C dilakukan tanpa kelengkapan dokumen.
Berdasarkan hasil investigasi yang
dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para eksportir, yaitu
perusahaan-perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan Petindo Group ternyata
telah melakukan ekspor fiktif.
Hal ini terungkap antara lain dari
hasil verifikasi kepada Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyangkut
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Gramarindo Group, Pejabat Bea Cukai cabang
Belitung menyatakan bahwa PEB tersebut palsu.
Sementara itu pula, penyelesaian
pembayaran hasil transaksi ekspor (proceed) dari beberapa slip L/C tersebut
yang telah dinegosiasikan dilakukan bukan oleh bank pembuka L/C (issuing bank),
melainkan dilakukan oleh para eksportir sendiri dengan cara melakukan
penyetoran atau melalui pendebetan rekening para eksportir tersebut.
Sebagaimana diketahui, atas laporan
kantor besar Bank BNI pada tanggal 30 September 2003, pihak kepolisian telah
menahan pegawai Bank BNI Kebayoran Baru yang terlibat, yaitu Koesadiyuwono
(mantan pemimpin cabang Bank BNI Kebayoran Baru) dan Edi Santoso (mantan
Customer Service Manager Luar Negeri cabang Bank BNI Kebayoran Baru).
Buyer
: wesel ekspor
berjangka dengan mendiskonto wesel yang diajukan oleh eksportir
Seller : wesel ekspor dan dokumen-dokumen
ekspor lainnya
Bank Importir : Bank BNI Kebayoran Baru
Bank
Eksportir : Dubai Bank Kenya Limited; Rosbank
Switzerland SA; Middle East Bank Kenya Ltd; dan The Wall Street Banking Corp,
Cook Islands Beneficiary (eksportir)